Selasa, 30 Juli 2024

Pemerintah Tanya Alasan Kaum Muda Enggan Menikah Demi Atasi Krisis Populasi di Jepang, Apa Jawaban Mereka?



Kredit Gambar: amandazi photography/Unsplash

Masalah krisis populasi di Jepang merupakan pengetahuan umum. Bentuk demografi yang terlalu banyak angka orang tua dibanding kaum muda, menjadikan krisis tenaga kerja di Jepang saat ini.

Demi menangani masalah kependudukan tersebut, pemerintah melakukan survei ke kaum muda Jepang. Survei akan fokus melihat alasan kaum muda  tidak menikah.

Diharapkan, data survei dapat menunjukan inti permasalahan mengapa populasi Jepang berkembang. Dari hasil survei, jawahan para kaum muda tersebut cukup mengagetkan!

Jawaban Para Kaum Muda Mudah Membuat Prihatin

Survei sudah diadakan sejak tahun 2023 oleh departemen kaum dan keluarga di pemerintahan Jepang. Pemerintah mengadakan survey ini setelah mendapatkan perspektif para ahli demografi soal krisis. Sekarang waktunya mencari data dari masyarakat langsung.

Dari survei yang dilakukan, jawabannya cukup mencengangkan jika dilihat dari perspektif masyarakat umum Indonesia. Ternyata alasan utama banyak kaum muda tidak menikah adalah tidak adanya waktu dan kesempatan untuk menjalin relasi. Kaum muda umur 25 sampai 34 tahun terlalu sibuk memenuhi kewajiban kerja.

Sekalipun tidak bekerja, mereka mengurus orang tua dan kesibukan lainnya. Hasilnya, kondisi yang ideal untuk menjalin relasi turun drastis.

Kaum muda tersebut juga tidak ada motivasi mencari jalan untuk jalin relasi. Mereka tidak usahakan cari pasangan lewat jasa perjodohan atau minta tolong dijodohkan kenalan. Menurut mereka, usaha ini belum tentu menghasilkan dan menyita banyak waktu.

Banyak kaum muda juga merasa bahwa menikah akan menyebabkan masalah dari segi biaya hidup. Di saat kondisi ekonomi stidak sehat untuk pemenuhan biaya hidup sendiri, tentu sulit juga berfikir soal menikah.

Membiayai pasangan dan anak tentu saja lebih berat daripada cari uang untuk diri sendiri. Selama kesejahteraan kerja tidak terjamin, banyak kaum muda tidak mau menikah.

Jika dilihat, alasan kaum muda enggan menikah tersebut memang logis. Seituasi kerja di Jepang adalah penjahat utama krisis populasi di Jepang. Sayangnya, budaya kerja yang toxic ini sudah mendarah daging di warga Jepang dan pastinya sulit diatasi.

Pemerintah Jepang harus benar-benar mau melakukan reformasi besar-besaran pada situasi kerja di sana sebagai solusi. Perbahan besar tentu saja tidak dapat terjadi dalam waktu pendek, mudah-mudahan perbaikan jangka panjang sudah dirancang mulai dari sekarang.

Krisis Populasi di Jepang Buka Kesempatan Tenaga Kerja Indonesia

Memang cukup menyedihkan situasi masalah demografi Jepang itu. Menangani masalah budaya kerja tentunya tidak mudah. Situasi kerja yang toxic di Jepang lebih karena tradisi dan kebiasaanya.

Untuk mengubah budaya kerja ini, prosesnya tentu lama. Jadi, krisis populasi akan makan waktu jangka panjang untuk diperbaiki.

Walaupun mengharukan, kondisi para kaum muda Jepang tersebut membuka peluang bagi tenaga kerja Indonesia. Saat kaum muda sedikit di Jepang, pemenuhan lowongan kerja di sana juga kurang. Kondisi inilah yang menjadi potensi baik.

Indonesia memiliki tenaga kerja banyak yang siap kerja. Menggunakan jasa LPK, lulusan SMA saja sudah bisa magang ke Jepang.

Pendapatan kerja di Jepang tentu saja lebih banyak daripada di Indonesia. Walaupun di Jepang sedang terjadi kenaikan biaya hidup, gaji yang didapat biasanya tetap cukup untuk hidup nikmat bagi para pekerja Indonesia.

Bagi yang ingin kerja di Jepang, sekarang adalah waktu yang tepat. Selama krisis populasi di Jepang masih berlangsung, lowongan bagi tenaga kerja Indoensia masih terbuka besar.

LPK Saitama Membuka Pendaftaran Angkatan 121, Lulusan SMA Bisa Langsung Kerja ke Jepang Jika Daftar Sekarang!

Daftar di LPK Saitama membuka peluang lulusan SMA bisa langsung kerja ke Jepang dengan mudah! Lulusan SMA bisa langsung kerja ke Jepang? Ben...