![]() |
Ilustrasi debat sosial media seputar penyebab angka pernikahan Indonesia turun seperti Jepang. Kredit Gambar: /Unplash |
Pada tahun 2024 ini, bahasan tentang angka pernikahan Indonesia turun seperti Jepang makin banyak muncul. Artikel dan posting sosial media seputar pernikahan Indonesia yang turun drastis menjadi hal trending juga.
Diskusi Panas di Sosial Media Soal Situasi Pernikahan
Indonesia
Postingan
tentang pernikahan memang cepat trending. Masalahnya, hal ini herhubungan dekat
dengan situasi anak muda saat ini.
Banyak
orang tua ingin anak muda cepat nikah di Indonesia, tetapi realitasnya sangat
berbeda dengan era para orang tua tersebut. Anak muda sekarang dihadapkan pada
kesulitan ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, perspektif soal kehidupan anak
muda juga mulai berubah.
Salah satu
contoh postingan yang hot seputar sulitnya menikah adalah sebagai berikut:
💚 sebenernya bukan berkurang pria mapan, tapi berkurang pria mandiri. Dipikirnya independent woman cuma bisa cari duit ya? Cewe nyari duit & ngurus diri sendiri. Cowo mostly cari duit aja tapi minta diurusin pas nikah. Lah cewe nya siapa yg ngurus 🤣 nambah beban aja pic.twitter.com/2gLcoWqBPN
— Tanyarlfes (@tanyarlfes) November 1, 2024
Dalam postingan itu,
banyak orang komentar dan diskusi soal kondisi hidup sekarang. Perbedaan
perspektif hidup dan tantangannya di masa pasca pandemi ini jelas berbeda
dengan masa sebelum pandemi.
Setelah pandemi,
banyak wanita merasa ingin lebih mandiri dan kembangkan karir lebih tinggi.
Nah, wanita yang sukses seperti ini angka-nya makin naik di Indonesia.
Tentu saja kenaikan
status para wanita tersebut bagus dari segi pengembangan kesejahteraan ekonomi
masyarakat Indonesia, tetapi aspek pernikahan mereka malah lebih sulit.
Para wanita ini
mencari pria yang standarnya lebih tinggi. Mereka berharap mendapatkan pasangan
yang ekonominya minimal sepantaran dan perspektif hidupnya juga mandiri.
Nah, pria Indonesia
sekarang masih sama saja kondisinya seperti dulu. Walaupun banyak yang ekonomi
mapan, para pria Indonesia sayangnya masih kurang mandiri.
Pria Indonesia masih
memiliki mental tradisional ingin dilayani istri. Hasilnya, mereka kurang
mandiri dari segi memasak, kemampuan bersih rumah dan urusan rumah tangga
lainnya. Padahal wanita modern ingin bagi tugas soal urusan rumah dan anak
karena mereka juga ikuti mencari nafkah.
Jika beban cari nafkah
dibagi dua antar pasangan, tentu beban rumah tangga juga harus bagi rata. Nah,
mencari pasangan pria yang mau mengemban beban rumah tangga ini masih sedikit
ternyata di Indonesia.
Wanita karir Indonesia
sekarang tidak hanya cari pria mapan dan punya uang, tapi mereka yang mau bagi
tugas dan mandiri soal urusan rumah tangga. Akibat sulit mencari pria mandiri
seperti ini, hasilnya angka pernikahan terus menurun beberapa tahun terakhir.
Dalam catatan terbaru,
angka pernikahan di 2023 turun sebesar 7,51% dibanding tahun 2022. Pada 2023
ada 1,58 juta pernikahan, angka tersebut lebih sedikit dibanding pernikahan
tahun 2022 yang capai 1,7 juta pernikahan.
Perspektif Wanita Karir Indonesia Mirip Wanita Karir Jepang
dan Korea Selatan
Jika
disamakan, perubahan perspektif para wanita karir yang sudah cukup sukses ini
mirip dengan wanita di Jepang dan Korea Selatan.
Orang Korea
Selatan dan Jepang sangat anti menikah karena pihak wanita merasa sulit mencari
pasangan pria yang mapan dan mandiri. Sedangkan pihak pria merasa hanya mau
menikah jika sudah sukses besar yang bisa undur umur menikah hingga 40 tahunan.
Umumnya,
generasi muda di Jepang dan Korea Selatan memandang pernikahan sebagai beban.
Mereka ingin menikmati hidup single lebih lama karena bebas dan tidak ada
beban. Beban kerja dan ekonomi diri sudah berat, masak dibebani urusan anak?
Beban
ekonomi di dua negara tersebut memang besar. Apalagi untuk membesarkan anak.
Biaya sekolah adalah hal yang paling menakutkan bagi banyak keluarga di Jepang
dan Korea Selatan. Jadinya, sekarang banyak yang tidak mau menikah.
Perubahan
perspektif ini tentu menyebar lebih cepat di sosial media sekarang. Banyak anak
muda akhirnya terpengaruh seputar pandangan bahwa menikah sekarang perlu lebih
banyak persiapan.
Selain
pandangan beban untuk menikah lebih besar, penyebaran soal standar wanita juga
lebih banyak disuarakan. Standar wanita yang tinggi juga makin menyebar dan
pengaruhi anak muda lebih cepat berkat platform seperti TikTok dan Twitter yang
bahas soal ini.
Jika
melihat masalah anak muda tidak
mau menikah di Jepang, jawabannya rata-rata sama dengan yang di Indonesia. Baik
pria dan wanita ingin mapan dulu ataupun pandangan menikah sebagai beban makin
jelas. Bisa dibilang, banyak orang lihat beban hidup menjadi tantangan menikah
terbesar sekarang ini!
Akankah Kondisi Penurunan Pernikahan Ini Bisa Diperbaiki?
Akar
permasalah utama pernikahan menurun adalah ekonomi. Jika ekonomi tidak berat,
tentu banyak wanita tidak perlu kerja keras menitih karir. Saat lebih banyak
wanita bisa nyaman jadi ibu rumah tangga dan cukup nafkah dari pihak pria,
beban keluarga juga berkurang.
Saat beban
berkurang, keluarga bisa lebih nyaman memiliki anak. Mereka tidak perlu sulit
pikir biaya membesarkan mereka dan memenuhi kebutuhan masa depan keluarga.
Semua ini berakar dari ekonomi Indonesia yang melemah beberapa tahun terakhir.
Sayangnya
solusi masalah ekonomi beban hidup
menjadi tantangan menikah tidak mudah diselesaikan. Ekonomi dunia pasca pandemi
saja sulit recovery, apalagi kondisi ekonomi Indonesia. Jika kondisi global
belum sembuh, Indonesia tidak akan mudah menjadi stabil lebih baik juga.
Namun bukan berarti
tidak ada cara yang bisa dilakukan individu agar lebih mapan. Contohnya adalah
pergi kerja ke luar negeri. Jika banyak
yang sulit cari kerja di dalam negeri, kesempatan magang kerja ke Jepang
misalnya masih bisa diambil.
Ekonomi tidak harus
dicari di Indonesia, jika solusinya pergi ke Jepang dapat membantu, kamu harus
mulai menitih-nya sekarang. Mudah-mudahan jika kondisi ekonomi diri membaik,
kamu jadi lebih mudah cari pasangan.
Semoga kedepannya,
kejadian angka pernikahan Indonesia turun seperti Jepang dapat membaik. Jangan
sampai angka kelahiran di Indonesia jadi negatif seperti di Jepang karena tidak
ada orang yang mau nikah!