![]() |
Budaya nomikai di Jepang tidak banyak dilakukan orang muda di sana, apa alasannya? Kredit Gambar: /Unsplash |
Siapa sangka ternyata budaya nomikai di Jepang mulai luntur sekarang ini. Budaya yang khas dengan kebiasaan karyawan di Jepang ini mulai terasa hilang setelah pandemi. Mengapa bisa hilang? Apa yang menyebabkannya dan efeknya pada budaya kerja Jepang apa? Mari bahas semua itu pada artikel berikut!
Apa Itu Budaya Nomikai di Jepang?
Bagi yang
tidak tahu, nomikai adalah budaya kumpul, makan dan minum bersama setelah jam
kerja. Budaya ini sudah ada sejak era 80an. Dulu budaya ini digunakan untuk
melepas penat kerja bersama teman kantor.
Namun,
budaya ini akhirnya berkembang menjadi hal yang harus banyak dilakukan untuk
diskusi bisnis di luar kantor. Banyak orang memandang acara seperti ini
mendekatkan relasi antar karyawan. Namun, ada juga yang memandang nomikai
sebagai acara kerja yang dilakukan di luar jam kerja.
Bagaimana Budaya Nomikai di Jepang Luntur
Budaya nomikai
di Jepang luntur karena 3 faktor utama. Pertama adalah soal pandemi. Saat
pandemi di 2019 sampai 2022 lalu, acara kumpul dan minum-minum tidak bisa
diadakan. Pemerintah Jepang melarang praktek nomikai karena berpotensi
menyebarkan penyakit Covid-19.
Nah,
setelah orang terbiasa tidak lakukan nomikai, budaya ini akhirnya luntur.
Terlihat bahwa pub dan tempat kumpul untuk nomikai di Jepang tidak lagi seramai
dulu. Beberapa tempat khusus nomikai bahkan banyak yang bangkrut saat ini.
Faktor
kedua adalah orang muda di Jepang menghindari minum alkohol. Walaupun orang
muda Jepang tetap ada yang minum, mereka memiliki frekuensi minum yang lebih
jarang.
Golongan
muda di sana sadar bahwa minum alkohol bisa sebabkan banyak masalah. Maka dari
itu, mereka menghindarinya. Ini sama alasannya dengan orang muda sekarang tidak
banyak yang merokok.
Faktor
ketiga adalah budaya kerja di Jepang mulai berbeda. Orang muda sekarang memilih
bekerja sesuai dengan tugas tanpa menambah atau mengurangi kewajiban. Nomikai
adalah budaya kumpul yang tidak masuk job desk, jadi para golongan muda tidak
mau melakukannya.
Dedikasi
kerja orang muda di Jepang tidak setinggi golongan orang Jepang era dulu. Jadi,
acara kumpul kerja seperti ini banyak dihindari. Golongan muda Jepang lebih
memilih pulang ke rumah dan menikmati hobi daripada harus ikut nomikai.
Plus Minus Budaya Nomikai di Jepang yang Berubah
Lunturnya budaya
nomikai di Jepang mendatangkan perubahan yang positif dan negatif di dunia
kerja orang Jepang. Perubahan positif yang muncul adalah kurangnya kasus mabuk
di tempat publik Jepang.
Para muda
mudi di Jepang yang menghindari minuman keras tidak akan terlibat kasus mabuk
tentunya. Sekalipun ada orang muda Jepang yang minum alkohol, mereka memilih
tempat yang privat untuk melindungi diri.
Orang muda
lebih sadar akan kesehatan dibandingkan pekerja generasi tua di Jepang. Jadi,
mereka sadar bahwa rokok dan minuman keras sebaiknya dikurangi. Nomikai yang
mengedepankan budaya minum, tidak sejalan dengan gaya hidup sehat yang mereka
kejar. Jadinya orang muda Jepang rata-rata lebih sehat saat ini.
Walaupun
ada perubahan positif, hilangnya nomikai menyebabkan hal negatif juga. Perubahan
di golongan muda Jepang yang lebih tertutup membuat komunikasi dengan rekan
kerja di Jepang berkurang.
Di era
sebelum pandemi, nomikai dijadikan acara rutin untuk sharing antara senpai dan
kohai di tempat kerja. Komunikasi ini dapat mendekatkan relasi kerja dan
membantu kohai belajar banyak hal dari senpai. Namun, platform bercengkrama nomikai
sudah mulai pudar.
Orang muda
sekarang memiliki komunitas online untuk interaksi. Walaupun tetap mendapatkan
ilmu belajar soal pekerjaan, interaksi dengan rekan kerja berkurang banyak.
Hasilnya, kasus kesepian di antara orang muda Jepang naik tinggi saat ini.
Apakah Budaya Nomikai Juga Berlaku untuk Pekerja Indonesia
di Jepang?
Sebenarnya
dulu sebelum pandemi, banyak pekerja Indonesia di Jepang yang terpaksa ikut nomikai.
Walaupun tidak minum alkohol, orang Indonesia tetap harus ikut budaya minum
setelah kerja ini.
Dari
pandangan orang Indonesia, budaya ini tentu saja negatif. Orang Indonesia sudah
diajarkan sejak lama bahwa minuman keras merupakan sumber bahaya. Di paksa ikut
budaya minum di Jepang terasa menyiksa tentunya.
Orang
Indonesia lebih suka gaya orang muda di Jepang yang memandang nomikai tidak
perlu. Jika ingin bersosialisasi dan lebih dekat dengan senpai di tempat kerja,
mengapa tidak lakukan di lingkungan kerja? Coba saat makan siang ataupun saat
istirahat merokok. Tidak perlu minum-minum bukan?
Acara kumpul kantor bisa dilakukan tanpa adanya nomikai. Mudah-mudahan budaya nomikai di Jepang bisa berubah menjadi lebih positif. Contoh saja acara kumpul untuk makan malam bersama, tanpa harus mabuk!