Hujan Ekstrim di Kumamoto Muncul di Tengah Bulan Terpanas Jepang, Dari Terik Menyiksa ke Banjir Tinggi Seketika!
![]() |
Hujan ekstrim di Kumamoto datang tiba-tiba di saat cuaca panas ekstrim menyerang. Kredit Gambar: /Unsplash |
Berita hujan ekstrim di Kumamoto menjadi kontras tersendiri dibanding kondisi Jepang beberapa waktu terakhir. Beberapa hari lalu, Jepang masih bergulat dengan musim panas terpanas dalam sejarah. Suhu udara yang mencapai sekitar 40 °C membuat warga memilih berteduh di dalam rumah.
Warga lebih memilih membebani jaringan listrik dengan
menyalakan AC. Mereka rela bayar listrik mahal daripada kena kasus serangan
panas (heatstroke). Saat banyak yang sedang hadapi masalah panas, eh malah
Prefektur Kumamoto hadapi kasus yang sangat berbeda.
Warga Kumamoto beberapa hari terakhir hadapi bencana hujan
ekstrim yang memicu banjir dan longsor mematikan. Sungguh menakutkan kondisi
cuaca ekstrim Jepang. Satu tempat panas banget, satu tempat hujan sampai
banjir…
Seputar Gelombang Panas yang Menyerang Jepang
Pada 8–9 Agustus, kota-kota di Kyushu dan Honshu diselimuti
teriknya matahari dan tidak ada tanda-tanda kondisi hujan ekstrim. Di banyak
area Kumamoto sendiri, warga memadati minimarket untuk membeli minuman dingin
dan es batu.
Petani bekerja di bawah payung besar dan topi lebar,
mengurus ladang yang terasa seperti tungku panas. Lansia di Tamana menutup
rapat jendela demi menghalau panas, menyalakan kipas angin sepanjang hari meski
khawatir tagihan listrik membengkak.
Di tengah cuaca ekstrim di Jepang yang panas, ambulans hilir
mudik menangani korban heatstroke, sementara tempat penampungan dingin dibuka
untuk melindungi kelompok rentan. Namun, ketika warga mulai terbiasa dengan
teriknya cuaca, bencana lain justru muncul dari langit.
Langit Terbuka dan Datangkan Hujan Ekstrim di Kumamoto
Pada 11 Agustus, hawa panas yang menyesakkan berubah menjadi
langit kelam penuh awan pekat. Saat fajar, hujan deras mulai mengguyur
Kumamoto. Hujan ekstrim di Kumamoto ini mencatat curah hujan 370 mm hanya dalam
enam jam di Kota Tamana, melebihi rata-rata hujan seminggu di bulan Agustus.
Longsor menerjang permukiman di lereng bukit, menutup jalan,
dan menimbun kendaraan.Jalanan rendah di Yatsushiro berubah menjadi sungai,
memaksa warga berjalan di air setinggi pinggang untuk menyelamatkan diri.
“Saya pikir panas itu sudah sangat menyiksa,” kata seorang
pemilik toko di Tamana. “Tapi ini… ini lebih parah. Pertama saya takut pingsan
karena matahari, sekarang saya takut rumah saya terseret banjir.”
Warga Kumamoto Harus Hadapi Dua Bencana dalam Satu Pekan
Perpaduan gelombang panas ekstrem dan hujan ekstrim di
Kumamoto bukanlah sekadar kebetulan. Ahli meteorologi menjelaskan bahwa
gelombang panas yang berkepanjangan meningkatkan kelembapan udara, sehingga
badai yang datang menjadi lebih berat dan merusak.
Panas terik sudah lebih dulu melemahkan masyarakat,
mengeringkan tanah di beberapa wilayah dan membebani rumah sakit.
Banjir di Kumamoto kemudian memperparah kerusakan, menyapu
lahan pertanian dan mengganggu jalur distribusi. Warga yang sudah lelah hadapi
masalah panas, sekarang harus perbaiki lingkungan yang terkena bencana banjir.
Kondisi Warga Kumamoto di Tempat Evakuasi
Lebih dari 3 juta penduduk di Kyushu berada dalam status
evakuasi, dengan 384.000 warga Kumamoto pada level siaga tertinggi akibat hujan
ekstrim di Kumamoto. Beberapa tempat penampungan kini berfungsi ganda sebagai
pusat perlindungan dari gelombang panas sekaligus banjir, tempat para pengungsi
berdesakan di dekat kipas angin dan persediaan air minum sambil mendengar suara
hujan deras di luar.
Kereta, bus, dan jalan raya masih ditutup di sejumlah
wilayah prefektur. Bagi mereka yang terjebak cuaca ekstrim di Jepang, pilihan
yang ada sama-sama sulit: tetap di rumah yang panas dan tanpa listrik atau
menempuh perjalanan berisiko melewati genangan banjir.
Kondisi parah di Kumamoto juga pengaruhi warga Indonesia di sana. Maka dari itu, pihak KBRI Tokyo juga mengeluarkan pengumuman untuk jaga kondisi. Berikut postingan pengumuman tersebut:
Keteguhan di Tengah Tekanan
Meski menghadapi cobaan berat, warga tetap saling membantu.
Relawan mengirimkan air bersih dan pakaian kering ke daerah terdampak. Petani
berusaha menyelamatkan sisa panen, khawatir akan kelangkaan bahan pangan dalam
beberapa minggu mendatang.
Seorang lansia di Kosa menggambarkannya dengan singkat:
“Minggu ini seperti api dan air. Saya sudah tinggal di sini 80 tahun, tapi
belum pernah melihat cuaca berbalik sedramatis ini.”
Semoga kedepannya, masalah hujan ekstrim di Kumamoto bisa ditangani pemerintah dan warga di sana. Mari doakan bersama Jepang bisa melewati kondisi panas ekstrim dan hujan ekstrim yang berlangsung bersama di sana.