Dukungan Industri Anime Jepang Akan Digenjot, Akankah Buka Lowongan Animator Asing ke Jepang?

Industri anime Jepang memiliki potensi sejahterakan animator asing dan lokal.
Kredit Gambar: Pat Krupa/Unsplash

Perkembangan industri anime Jepang sangat terasa perkembanggannya pasca pandemi. Sekarang siapa sih yang gak kenal anime seperti One Piece, Demon Slayer, Dragon Ball dan Naruto? Walaupun berkembang cepat, pihak Jepang sepertinya kurang mampu memanfaatkan kesempatan yang baik ini.

Perkembangan anime dari Jepang masih kalah jika dibandingkan media seperti Film Hollywood dan Drama Korea. Makanya tidak aneh jika pemerintah Jepang menarget pemasukan sebesar 20 triliun Yen pada tahun 2033 dari film dan anime!

Strategi Baru Pengembangan Industri Anime dan Film Jepang

Untuk capai target tersebut, apa yang akan dilakukan? Apakah dalam mendorong anime akan buka lowongan animator asing ke Jepang? Bagaimana dengan kesejahteraan para pekerja di industri animasi? Mari bahas bersama semuanya di sini!

Strategi yang pertama akan digunakan pemerintah adalah meningkatkan kesempatan subsidi untuk produksi anime. Pemeritnah mempertimbangkan menaikan batas subsidi dari Kementerian, Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI).

Saat ini, METI hanya mampu memberikan subsidi untuk proyek film yang biayanya 200 juta Yen. Namun kedepannya, film yang butuh biaya 300 juta Yen ke atas bisa dapat subsidi juga. Hal ini ditujukan untuk mendorong para pembuat anime dan film di Jepang mencoba karya dengan budget besar.

Uang masyarakat digunakan untuk promosikan karya seni Jepang dalam bentuk anime dan film pasti didukung banyak pihak. Orang Jepang memang mengaku industri anime mereka adalah kebanggaan tersendiri. Jadi, uang pajak buat promosikan anime se-level film Hollywood tidak akan ditentang masyarakat sana!

Perbandingan Industri Anime dan Film Jepang dengan Media Besar Lain

Jepang sepertinya membandingkan diri dengan Korea Selatan soal industri media mereka. Korea Selata sekarang menang dari segi film dan drama. Pada tahun 2023 saja, pemerintah Korea Selatan mengalokasikan sekitar ¥76,2 miliar untuk promosi konten ke luar negeri.

Kalau dibandingkan dengan raja media dunia yaitu Hollywood, Jepang juga masih kalah jauh. California (Hollywood) juga terkenal kasih subsidi dan tax credit besar yang jumlahnya sekitar 50 miliar Yen per tahun. Hal ini sangat menarik bagi pihak produksi film di sana.

Sementara Jepang baru mengalokasikan sekitar 25,2 miliar Yen di tahun fiskal terbaru ini. Hal ini dinilai kurang untuk dorong popularitas film Jepang dan juga anime yang high budget.

Jepang Sudah Buktikan Bisa Sukses Dari Anime dan Film

Kalau dilihat sekarang, anime adalah senjata utama Jepang untuk menembus popularitas media global. Industri anime dan film Jepang punya modal kuat untuk menjual warisan budaya, IP ikonik, dan basis penggemar global yang sangat loyal. Orang-orang juga menerimanya dengan terbuka.

Kamu bisa lihat dari kesuksesan film “Demon Slayer: Mugen Train” yang jadi fenomena global dengan pendapatan lebih dari 40 miliar Yen di seluruh dunia. Selain itu, “One Piece Film: Red” yang meraup sekitar 20,3 Yen miliar di box office Jepang dan dilihat lebih dari 14 juta penonton. Film terbaru tahun ini, “Demon Slayer: Infinity Castle” (2025), bahkan mencetak rekor baru! Dalam 60 hari penayangan sudah meraih 33 Yen miliar dan menyalip Spirited Away sebagai film terlaris ke-2 sepanjang masa di Jepang.

Di sisi live-action, “Godzilla Minus One” (2023) juga sukses besar dengan pendapatan global lebih dari 14 miliar Yen. Judul-judul ini bukan hanya laku di dalam negeri, tapi juga jadi bukti Jepang mampu dorong media-nya sukses di dunia internasional.

Walaupun sudah banyak bentuk sukses dan demand anime makin tinggi, Jepang sepertinya masih kurang mampu memaksimalkan kemampuannya!

Perlu Banyak Perbaikan Untuk Mendorong Anime dan Film Jepang Jadi Maksimal

Sayangnya, di balik kesuksesan judul-judul terkenal itu, ada masalah struktural yang serius pada media Jepang. Pertama, banyak studio anime masih beroperasi dengan anggaran terbatas, sementara permintaan produksi terus naik. Akibatnya, beban kerja animator melonjak, dan upah untuk pekerja junior tetap rendah. Masalah inilah yang sekarang memperparah kondisi keberlanjutan talenta kreatif dunia anime Jepang.

Kedua, meski film dan anime Jepang laris, rantai nilai global sering membuat keuntungan terbesar justru jatuh ke tangan platform distribusi internasional atau perusahaan asing. Pemasukan tidak kembali ke studio kreator lokal. Hal ini jadi penghalang proses reinvestasi dan inovasi industri anime di dalam negeri.

Ketiga, film dan anime Jepang memang kuat di box office domestik, tapi masih kurang agresif dalam promosi global. Kamu bisa lihat kurangnya push dan promosi, khususnya pada platform streaming yang kini memiliki potensi kuat menjangkau audiens baru. Tanpa dukungan promosi dan insentif finansial yang memadai, banyak film dan anime potensial bisa tenggelam di pasar luar negeri.

Keempat, infrastruktur pendukung seperti insentif pajak, subsidi produksi, dan jaringan promosi internasional di Jepang belum setara dengan Korea Selatan atau Hollywood. Makanya, menaikkan subsidi harus diiringi kebijakan promosi, perlindungan hak cipta, dan dukungan pada studio kecil agar industri ini tidak hanya menghasilkan hit sesekali, melainkan tumbuh berkelanjutan.

Masalah Animator Paling Serius!

Hal yang paling serius bermasalah dari anime di Jepang adalah soal animator. Di Jepang sedang kekurangan tenaga kerja animator yang kompeten. Kebanyakan animator yang sukses adalah senior pada industri. Nama-nama baru di Industri anime kurang diangkat.

Jepang masih kurang mampu menyediakan akses pendidikan untuk memproduksi animator dengan potensi tinggi. Selain masalah regenerasi mendidik generasi animator baru, jumlah anak muda yang tersedia di Jepang juga kecil.

Krisis angka kelahiran di sana adalah faktor utama dalam hal ini. Jika jumla anak muda Jepang sedikit, tentu makin dikit yang mau jadi animator. Untunya lowongan animator Jepang sudah dibuka untuk para freelance asing. Banyak animator dari China, Korea Selatan, Singapura, Perancis, Amerika dan Australia bekerja pada proyek anime Jepang.

Namun, freelance seperti ini tidak meningkatkan kesejahteraan para animator. Harusnya Jepang membuka lowongan para animator untuk bekerja tetap di studio animasi yang sekarang butuh tenaga kerja. Jangan hanya manfaatkan kerja kontrak, freelance dan part time!

Uang dari anime harus didistribusikan ke animator Jepang untuk menarik banyak orang bekerja di industri ini. Pasti industri anime Jepang makin bertumbuh jika penyerapan tenaga kerja animator Jepang menarik dari segi pendapatannya.

Semoga kedepannya pemerintah Jepang mau genjot Industri anime dan film Jepang hingga menyerap tenaga kerja dari luar. Semoga orang Indonesia yang mau jadi animator untuk anime Jepang diberi kesempatan terlibat di era baru anime kedepannya!

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *