Petugas Kebersihan di Jepang Bisa Kaya dari Investasi Property, Pemagang Indonesia Bisa Tiru Gak Ya?

Dari tukang bersih-bersih bisa jadi kaya dari investasi property di Jepang, lho! Yuk, tiru!
Kredit Gambar: Dendy Darma Satyazi/Unsplash

Pemagang Indonesia di Jepang pasti bermimpi bisa kerja dan dapat banyak hasil. Banyak pemagang Indonesia yang telah membuktikan bahwa bisa bangun rumah dan buka usaha dari hasil kerja di Jepang. Namun, apakah sempat berfikir bahwa hasil ini bisa dikembangkan lebih besar lagi?

Ada cerita dari Jepang yang baru-baru ini dibahas oleh media South China Morning Post! Berita yang dibahas itu adalah tentang seorang petugas kebersihan di Jepang ternyata diam-diam punya penghasilan miliaran Rupiah per tahun! Bayangin kamu bisa hasilkan yang sama!

Tukang Bersih-Bersih Dari Jepang Ini Bisa Jadi Inspirasi Pemagang Indonesia!

Kisah ini datang dari Koichi Matsubara, pria Jepang berusia 56 tahun yang dijuluki “invisible millionaire” oleh South China Morning Post. Julukan tersebut pas untuk si pria Jepang ini karena penghasilannya dari investasi mencapai sekitar ¥30 juta per tahun (sekitar dari 3 miliar Rupiah). Walaupun punya hasil investasi besar, Matsubara tetap memilih bekerja paruh waktu sebagai petugas kebersihan di sebuah apartemen di Tokyo.

Si pria ini hanya bekerja sederhana seperti membersihkan area publik dan melakukan perawatan ringan selama 4 jam per shift, tiga kali seminggu. Upahnya sekitar ¥100.000 per bulan (setara 10 juta Rupiah) saja lho! Kalau dilihat, besaran gaji ini jelas jauh di bawah rata-rata gaji Tokyo. Menariknya, Matsubara tidak melakukan kerja bersih-bersih ini demi uang. Ia tetap bekerja agar tubuhnya aktif dan sehat.

Seluruh kekayaannya berasal dari investasi dan properti sewaan, bukan dari gaji besar. Ia menabung sejak muda, berinvestasi dengan cerdas, dan hidup sederhana tanpa gaya mewah. Kombinasi itulah yang membuatnya kini bisa hidup nyaman dan bebas dari tekanan finansial.

Kisah Matsubara jadi bukti bahwa kesuksesan bukan hanya milik mereka yang berpenghasilan tinggi. Bahkan dari pekerjaan sederhana pun, kalau punya mindset investasi yang benar, hasilnya bisa luar biasa. Nah, ini juga bisa jadi inspirasi besar buat pemagang Indonesia di Jepang.

Apakah Pemagang Indonesia Bisa Meniru Strategi Ini?

Banyak pekerja asal Indonesia di Jepang mulai berpikir panjang, bisa nggak ya hasil kerja magang yang nggak seberapa itu jadi modal investasi?

Jawabannya bisa banget! Selama disiplin menabung dan tahu ke mana arah uang itu harus pergi. Salah satu peluang yang makin ramai dibicarakan adalah investasi tanah atau rumah kosong (akiya) di Jepang.

Mungkin kedengarannya mustahil, tapi hitung-hitungan sederhana menunjukkan peluangnya nyata. Gaji pemagang (kenshusei) rata-rata sekitar ¥120.000–¥160.000 (13-17 juta Rupiah) per bulan setelah potongan. Kalau tiap bulan bisa disisihkan ¥50.000–¥80.000 (5,5-8,8 juta Rupiah), maka dalam 3 tahun masa kontrak bisa terkumpul ¥1,8–2,8 juta (198-308 juta Rupiah).

Jumlah itu cukup untuk mulai membeli tanah di beberapa daerah pedesaan Jepang. Walaupun gak bisa beli tanah di area Tokyo seperti Matsubara tadi, kamu bisa tetap nikmati hasil jika pilih tanah di area yang punya potensi tumbuh dalam 10 tahun ke depan.

Tampilan desa atau kota kecil di Jepang yang harga propertinya masih murah tapi berpotensi naik harga.
Kredit Gambar: Squids Z/Unsplash

Kabar baiknya, orang asing boleh memiliki tanah di Jepang, tanpa batasan status visa. Jadi, walaupun masa kerja sudah habis dan harus kembali ke Indonesia, tanah itu tetap bisa dimiliki secara sah, selama pajak dan dokumennya diurus dengan benar.

Di Mana Properti Tanah yang Pas Investasi dengan Budget Hasil Kerja Magang Jepang?

Beberapa prefektur seperti Shimane, Tottori, Hyogo, Wakayama, dan Kochi kini jadi incaran investor kecil. Alasannya sederhana, yaitu banyak tanah dan rumah kosong dijual murah.

Beberapa daerah tersebut memang dekat pedesaan, tetapi masih punya akses bagus untuk menuju kota. Desa-desa di Jepang saat ini banyak ditarget untuk keperluan wisata dan pengembangan. Jadi, tanah yang ada di pedesaan Hyogo bisa jadi lebih mahal 10 tahun mendatang.

Jika dikelola baik, investasi properti tanah yang kamu beli bisa kamu jadikan bangunan sewa. Bayangkan bila bisa beli akiya yang masih lumayan bagus dengan harga murah, kamu cukup renovasi sedkit untuk menjadikannya lebih menarik. Nah, nanti kamu bisa sewakan bangunan untuk menginap wisatawan yang mau nikmati desa Jepang.

Nah, untuk biaya, kamu bisa lakukan simulasi berdasarkan harga-harga properti di Jepang akhir-akhir ini. Misalnya, di kota Tamba area Hyogo, tanah kecil bisa dibeli mulai ¥1–2 juta (110220 juta Rupiah). Menariknya, pemerintah daerah sedang aktif mendorong revitalisasi desa dan pariwisata, terutama di sekitar Hyogo yang arah Kobe dan Kyoto!

Tampilan kota di area Hyogo yang area pinggirannya berpotensi utnuk dibeli, terutama property akiya-nya.
Kredit Gambar: Soonmok Kwon/Unsplash

Namun jangan lupa, harga jual bukan satu-satunya biaya. Ada pajak akuisisi, biaya agen, notaris, dan registrasi yang bisa menambah sekitar 15–20% dari harga properti. Jadi kalau harga tanahnya ¥1,8 juta(sekitar 198 juta Rupiah), total biaya sebenarnya bisa mencapai ¥2,1–2,2 juta(231242 juta Rupiah), plus pajak tahunan kecil sekitar ¥25.000–¥35.000 (2,73,8 juta Rupiah).

Jika disimulasikan, biaya tersebut memang besar awalnya. Namun, hasil investasi bangunan di area tersebut bisa tunjukan kenaikan nilai sekitar 25% dalam satu tahun (data perbandingan tahun 2014 ke 2024). Ini harga raw properti, bayangkan jika properti itu kamu kelola, pasti hasilnya lebih memuaskan!

Dari Gaji Magang Menjadi Pemilik Aset Nyata di Jepang!

Bagi pemagang Indonesia, ini berarti perlu disiplin lebih kuat. Sedikit menabung lebih banyak dari target awal atau mencari lokasi yang lebih murah bisa menghasilkan kok pada jangka panjang! Tanah di Jepang nilainya relatif stabil, bisa disewakan, bahkan dijadikan aset pensiun jangka panjang.

Apalagi kalau lokasinya dekat dengan area wisata, proyek baru, atau kota regional besar seperti Matsue, Himeji, atau Wakayama City. Dalam 10 tahun, nilai tanah bisa naik, terutama jika daerah itu dikembangkan oleh pemerintah lokal atau masuk dalam program revitalisasi.

Tentu ada risiko juga. Tanah di pedesaan cenderung sulit dijual cepat, dan rumah tua (akiya) kadang butuh renovasi besar. Karena itu, penting untuk selalu periksa zonasi, akses jalan, dan utilitas (air, listrik, gas) sebelum membeli. Tapi dengan riset matang, risiko ini bisa diminimalkan.

Pelajaran dari Matsubara

Kisah Koichi Matsubara mengingatkan bahwa kunci kekayaan bukan pada besar kecilnya gaji, tapi pada bagaimana kita mengelola uang dan waktu.

Ia membuktikan bahwa hidup sederhana dan berinvestasi dengan konsisten bisa mengubah masa depan.

Untuk para pemagang Indonesia di Jepang, pelajarannya jelas: hasil kerja magang bisa jadi langkah pertama menuju kebebasan finansial. Tidak harus langsung kaya raya, tapi bisa mulai dengan aset nyata, seperti sebidang tanah di Jepang. Jika dikelola baik, hasil dari kerja keras kamu akan lebih menghasilkan kedepannya!

Siapa tahu, 10 tahun dari sekarang, kamu bukan cuma pulang bawa tabungan. Kamu bisa pulang dengan aset berharga di negeri Sakura, simbol dari perjuangan dan kedewasaan finansial yang kamu bangun sendiri.

Gimana? Apakah kamu jadi tertarik magang kerja di Jepang dan investasi di lahan tanah sana? Kalau tertarik, jangan lupa ikut jalur magang IM Japan dan daftar pendidikan di LPK Saitama terlebih dahulu ya!


Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Pendaftaran Siswa Baru

banner

Artikel Terbaru