Senin, 07 Januari 2019

Menghadapi Era Digital di Tahun 2019



Bagaimana dengan Indonesia? Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia juga tak terkecuali terkena dampak digital ini. Hingga Maret 2017, Internet World Stats mencatat estimasi jumlah penduduk Indonesia mencapai 263 juta jiwa dengan jumlah pengguna internet 132 juta jiwa.

Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan ke-5 sebagai negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia setelah China, India, Amerika Serikat, dan Brasil. Tingkat penetrasi internet di Indonesia hingga Maret 2017 mencapai 50,4%, meningkat drastis dari tahun 2016 yang tercatat 34,1%.

Dengan tingkat penetrasi dan jumlah pengguna internet seperti itu, maka sudah terbentuklah sebuah masyarakat baru, sebuah superorganisme baru yang diibaratkan seperti sarang lebah (meminjam istilah Mark Slouka di atas) di Indonesia.

Sayangnya, paradigma digital masyarakat belum terbangun. Sebagian besar pengguna internet masih berfokus pada pemanfaatan media sosial, belum didominasi dengan pemahaman yang lebih maju bahwa dunia digital bisa dioptimalkan lebih maksimal, tidak saja untuk berkomunikasi dalam kapasitas pergaulan dan persahabatan, tapi juga bisa untuk sharing knowledge, aktualisasi diri, hingga motif bisnis dan ekonomi.
Untuk itulah diperlukan sebuah kebijakan dari pemerintah agar masyarakat teredukasi dengan baik sehingga bisa menyikapinya secara tepat sekaligus memaksimalkan potensi internet dari sebuah dunia digital. Masyarakat pengguna internet yang didominasi kalangan muda secara umum belum memiliki pandangan jauh ke depan soal era digital ini.

Hal ini wajar mengingat belum masifnya program dari pemerintah yang komprehensif isinya membina masyarakat dalam menyikapi era digital ini. Program-program yang ada selama ini masih parsial, terfokus pada bagaimana melatih kemampuan dalam mengakses internet dan bagaimana mewujudkan internet sehat. Padahal program pembinaan digital ini lebih luas dari itu karena juga berbicara soal perilaku dan budaya hidup digital (digital behavior).

Teknologi digital ini bukanlah sebuah ”fad”, gejala sesaat yang akan hilang begitu saja. Teknologi ini telah dan terus akan tumbuh serta memiliki dampak panjang dalam kehidupan kita. Kemudahan-kemudahan yang dibawanya sedikit banyak telah mengubah pola hidup masyarakat. Siapkah masyarakat dengan ini semua?

Tren yang teramati sejauh ini pemanfaatan media sosial dalam digital telah menciptakan sebuah kondisi terbaginya masyarakat ke dalam dua kubu. Dunia media sosial kita penuh dengan pernyataan-pernyataan yang tidak sepantasnya mulai dari hoax, caci¬an, umpatan, dan lain¬nya. Belum lagi kasus-kasus cyber crime yang lain. Jika ini dibiarkan, efek destruktif dari dunia digital yang mungkin akan mendominasi hidup kita pada masa sekarang dan masa men¬datang.

Terbentuknya sebuah masyarakat digital baru di Indonesia ini perlu disikapi serius oleh kita semua. Kita tidak ingin masyarakat digital ini menjadi liar yang justru memberi efek negatif bagi bangsa. Negara harus hadir membuat arahan berupa grand design masyarakat digital yang berisi pembinaan dan edukasi bagi masyarakat secara umum dalam memanfaatkan teknologi digital.

Pemerintah sedang membangun infrastruktur untuk memperluas daya jangkau serta penetrasi internet yang bernama proyek Palapa Ring, yaitu proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik sepanjang 36.000 kilometer yang menjangkau tiga bagian wilayah di seluruh Indonesia, baik Barat, Tengah, maupun Timur.

Tentu program ini wajib kita dukung untuk segera selesai sehingga penetrasi internet bisa dilakukan merata mulai dari Sabang hingga Merauke yang diharapkan juga pemerataan kesejahteraan karena akses digital bisa meningkat¬kan perekonomian.

Di beberapa negara seperti Inggris misalnya, ada program pembinaan yang sering disebut ”digital inclusion”. Masyarakat dibina untuk bisa memanfaatkan teknologi digital secara maksimal sesuai dengan jati diri bangsa. Dengan begitu tidak hanya menggunakannya untuk komunikasi pertemanan dan persahabatan, tapi bisa untuk kepentingan ekonomi dan bisnis.

Sepertinya kita bisa mengadaptasi program seperti ini namun dengan titik tekan pada ”how to treat a digital life?” Program pembinaan digital ini tidak melulu mengajarkan masyarakat bagaimana cara meng¬akses internet, bagai¬mana cara mengiklankan sebuah produk, atau bagaimana melatih kemampuan mereka agar mampu mendatangkan keuntungan finansial seperti dengan Google ads atau Facebook ads.
ADVERTISEMENT

Namun, lebih jauh dari itu perlu diajarkan bagaimana etika dalam pergaulan di internet, bagaimana interaksi budaya digital, bagai¬mana pola hidup sehat dengan manajemen gadget, kapan kita boleh menggunakan gadget, dan ka¬pan sebaiknya tidak menggunakannya (dalam 24 jam). Karena itu, perlu ditekankan juga muatan UU ITE agar masyarakat termotivasi mewujudkan internet sehat yang minim cacian, makian, menyinggung ras, suku, cyber crime, dan lainnya.

Pada tataran lebih teknis, program ini perlu dilakukan secara konvergen dengan institusi-institusi pendidikan, baik formal maupun informal, juga komunitas-komunitas yang ada di masyarakat, baik komunitas berdasar hobi, akademik, dan peminatan-peminatan lainnya. Selain itu, program-program pembinaan tentang digital ini perlu dilakukan berkelanjutan karena perkembangan teknologi digital sangat cepat dalam hitungan jam, me¬nit, bahkan detik.

Berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengupgrade dan mengasah kekuatan karakter serta kepribadian bangsa dalam bingkai Pancasila untuk menghadapi perkembangan teknologi terbaru. Agar di era digital ini bangsa kita tidak terlindas zaman, bahkan diharapkan mampu menjadi motor penggerak zaman.

LPK Saitama Membuka Pendaftaran Angkatan 121, Lulusan SMA Bisa Langsung Kerja ke Jepang Jika Daftar Sekarang!

Daftar di LPK Saitama membuka peluang lulusan SMA bisa langsung kerja ke Jepang dengan mudah! Lulusan SMA bisa langsung kerja ke Jepang? Ben...