Budaya Kerja di Jepang Bergeser, Orang Muda Sana Lebih Memilih Me Time Sekarang!
![]() |
Budaya kerja di Jepang bergeser karena orang muda sekarang pentingkan waktu santai dengan keluarga. Kredit Gambar: /Unsplash |
Budaya
kerja di Jepang makin bergeser di era modern saat ini. Dulu, orang Jepang
terkenal dengan etos kerja dan dedikasi ke pekerjaan yang sangat tinggi.
Sekarang, budaya seudah bergeser dan orang muda Jepang mulai prioritaskan me
time.
Perspeketif
yang berubah ini tidak terjadi tiba-tiba. Semenjak tahun 2019, angka orang muda
yang mulai prioritaskan kenyamanan makin tinggi. Mereka tidak lagi kejar
dedikasi kerja agar bisa naik gaji ataupun naik pangkat. Mereka hanya ingin
mengerjakan tugas kerja dan masih memiliki waktu untuk nikmati hidup.
Semenjak
pandemi, makin banyak orang muda memilih WFH jika kantor memberi izin. Hal ini
dilakukan untuk membantu merawat keluarga sambil bekerja. Orang seperti ini
terus naik sekarang, terutama di pekerjaan yang berhubungan dengan perkantoran
dan industri kreatif.
Berdasarkan
data dari Japan Productivity Center, survey yang menilai lebih bermakna
mana antara waktu senggang dan bekerja. Pada survey 2024, 67,8% peserta survey mengutamakan
waktu senggang. Angka ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2009.
Terlihat
trend perubahan mementingkan kerja menjadi mementingkan waktu me time menyebar di
kalangan muda Jepang sekarang. Dari data survey, terlihat juga peningkatan
variasi pengelolaan waktu senggang di Jepang Berdasarkan survey, persentase
angka karyawan yang ambil waktu liburan keluarga, makan di luar, main game,
nonton video atau film dan menjalankan hobi lain naik drastis.
Variasi ini
menunjukan banyak orang mulai mencoba hal-hal baru untuk mengisi waktu luang.
Jika dulu, banyak yang luangkan waktu senggang untuk cicil kerja di rumah
ataupun berkoneksi dengan orang kantor. Mengisi waktu luang untuk berkoneksi
dan main politik perkantoran lebih populer di Jepang untuk cepat naik pangkat
atau naik gaji. Sekarang, fokusnya lebih pada melepas stress dan mendekatkan
diri dengan keluarga.
Orang muda Jepang sepertinya membenci etos kerja Jepang pada
generasi sebelumnya. Banyak yang tumbuh di keluarga yang tidak dekat dengan
orang tua akibat ditinggal kerja berlebihan. Bayangkan seorang anak yang harus
menunggu orang tua pulang dari kantor sampai malam, mereka pasti kesepian. Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang kurang
sehat di antara anak muda Jepang.
Sekarang, para anak muda tidak ingin menyebabkan anak mereka
hidup di situasi yang sama. Meluangkan waktu dengan keluarga dirasa lebih baik
daripada mengejar kesuksesan karir. Di era saat ini, mengejar posisi karir
dirasa tidak menguntungkan. Kamu hanya dapat beban kerja lebih besar tanpa ada
kenaikan upah yang signifikan.
Hanya pemilik usaha atau investor saja yang benar-benar
menikmati hasil jerih payah para pekerja. Kalau begitu, buat akap kerja
berat-berat tanpa hasil yang rewarding? Beginilah kesimpulan yang akhirnya
dicapai generasi muda Jepang.
Perubahan budaya kerja di Jepang juga disebabkan akan kesadaran keseimbangan
kerja. Pendidikan keseimbangan kerja di Jepang makin gencar diberikan pada
generasi muda saat ini. Ilmu ini penting menekan angka bunuh diri dan juga mati
kecapekan waktu kerja yang sempat tinggi di Jepang.
Sekarang, orang-orang Jepang tidak lagi obsesi bekerja
terlalu keras untuk perusahaan. Mereka merasa bekerja sesuai job desk sudah
mampu hasilkan bahagia. Kedepannya, perspektif seperti ini pasti menjadi umum
di Jepang.
Nah, kalau tidak ada yang dedikasi tinggi, apakah perusahaan
Jepang akan kehilangan pekerja bertalenta? Ini bisa saja terjadi. Perusahaan
Jepang harus rombak bagaimana meningkatkan dedikasi pegawainya yang sekarang
lebih pentingkan waktu luang. Perusahaaan bisa rumbah pemberian reward dengan
memberi waktu liburan lebih banyak ataupun mengurangi beban kerja.
Jadi, perusahaan Jepang tidak mau adaptasi memenuhi
kebutuhan karyawannya, perusahaan tersebut akan makin ditinggalkan. Orang muda
sekarang tidak takut untuk mengundurkan diri, jadi ada jalur mengelak lagi bagi
perusahaan.
Semoga perubahan budaya kerja di Jepang ini berefek bagus juga untuk tenaga kerja
Indonesia di sana. Etos kerja yang tinggi tentu baik, tapi jika berlebihan
pasti menyiksa dan membuka peluang eksploitasi. Semoga, pekerja Indonesia bisa
adaptasi di situasi kerja yang berubah sekarang!