Program Imigrasi Jepang 2025 Kena Protes? Program Afrika dan India ke Jepang Sudah Lama Ada Lho!

Gambaran kerja sama Jepang dan India sebelum protes program imigrasi Jepang 2025 yang sekarang terjadi.
Kredit Gambar: Wikipedia

Pernah dengar kabar kalau program imigrasi Jepang 2025 belakangan ini kena demo besar-besaran? Banyak orang Jepang turun ke jalan, terutama karena merasa pemerintah kebanyakan mendatangkan pekerja asing. Menariknya, program ini sebenarnya bukan hal baru. Jepang sudah punya program “hometown” Japan-Africa sejak 2021, dan kerjasama perekrutan tenaga kerja India sejak 2023.

Kalau begitu, kenapa baru sekarang muncul gelombang protes? Yuk, kita bahas satu per satu biar jelas!

Protes Warga Jepang Soal Program Imigran Afrika dan India ke Jepang

Belakangan, di sejumlah kota besar seperti Tokyo, Osaka, bahkan sampai Nagoya, muncul demonstrasi yang menolak program imigrasi Jepang 2025. Isu utamanya adalah ketakutan soal “banjir imigran” yang dianggap bisa mengubah wajah masyarakat Jepang.

Banyak kelompok nasionalis menyoroti masuknya pekerja dari Afrika lewat Japan-Africa Hometown Program dan juga tenaga kerja India yang jumlahnya semakin besar di sektor IT dan otomotif. Isu ini gampang jadi bahan politik, apalagi menjelang momentum politik tahun ini di Jepang.

Padahal, kalau dilihat dari sisi kebutuhan, Jepang memang sedang darurat tenaga kerja. Populasi menua, kelahiran rendah, dan anak muda Jepang lebih memilih kerja di kota besar atau bahkan ke luar negeri. Jadi, kebutuhan tenaga kerja asing Jepang itu nyata banget.

Penjelasan Program "Hometown" Japan-Africa dan Penyerapan Tenaga Kerja India

Nah, biar nggak rancu, mari bedakan dulu. Dua program yang ramai di tentang sekarang ini di Jepang sebenarnya sudah berjalan lama dan tergolong sukses! Berikut penjelasan masing-masing programnya!

Program “Hometown” Japan-Africa (2021)

Program ini fokus pada pertukaran pemuda dan komunitas antara kota-kota di Jepang dengan beberapa negara Afrika. Niatnya adalah menciptakan jembatan budaya sekaligus membuka jalur bagi tenaga kerja terampil Afrika untuk bekerja di Jepang, terutama di sektor kesehatan, pertanian, dan pabrik. Jadi, sifatnya exchange tapi punya implikasi tenaga kerja jangka panjang.

Kerja sama Jepang-India (2023)

Beda jalur, beda fokus. Jepang justru banyak mendatangkan engineer dan pekerja IT dari India. Alasannya jelas: perusahaan Jepang (misalnya Suzuki di Hamamatsu) butuh ahli software dan teknologi baru yang tidak cukup tersedia di Jepang. Jadi, perekrutan ini sifatnya lebih ke arah kebutuhan industri high-tech, bukan sekadar program magang Jepang seperti trainee dari Asia Tenggara.

Kedua program ini awalnya disambut positif karena dianggap solusi untuk krisis tenaga kerja Jepang.

Program Lama Mengapa Baru Kena Tentangan Sekarang?

Nah, ini bagian yang bikin menarik. Kalau program sudah berjalan sejak 2021 (Afrika) dan 2023 (India), kenapa justru baru 2025 kena penolakan keras?

Alasannya ada beberapa:

·         Jumlah meningkat pesat. Awalnya hanya ratusan, kini ribuan pekerja Afrika dan India mulai terlihat di kota-kota Jepang. Jadi, publik merasa “ini mulai nyata”.

·         Situasi ekonomi melemah. Begitu ekonomi Jepang tersendat, sentimen “merebut pekerjaan orang lokal” makin kencang.

·         Politik dan media. Partai-partai kecil yang anti-imigran memanfaatkan isu ini untuk menarik suara. Media juga makin sering menyorot perbedaan budaya, membuat warga resah.

Singkatnya, bukan karena programnya gagal, tapi karena skalanya membesar dan situasi politik-ekonomi berubah.

Apakah Tenaga Kerja Indonesia Akan Jadi Target Protes Juga?

Pertanyaan menarik: kalau imigran Afrika dan India kena sorotan, bagaimana dengan orang Indonesia?

Perlu dicatat, program magang Jepang dan kerja teknis dari Indonesia sudah berjalan lama (bahkan sejak era 1990-an). Jumlahnya juga salah satu yang terbesar di antara pekerja asing di Jepang. Bedanya, orang Indonesia sudah relatif “terbiasa hadir” di masyarakat Jepang, terutama di sektor perawat lansia, konstruksi, hingga pabrik makanan.

Namun, kalau tren anti-imigran makin kuat, bukan tidak mungkin pekerja Indonesia juga akan ikut terdampak. Apalagi, isu imigrasi di Jepang sering dilihat secara keseluruhan, bukan per negara.

Namun di sisi lain, Indonesia punya keuntungan dari segi reputasi tenaga kerja yang cukup baik dan hubungan diplomatik Jepang-Indonesia yang stabil. Jadi, kemungkinan besar tidak akan sekeras resistensi terhadap program Afrika atau India.

Kisah program imigrasi Jepang 2025 ini memperlihatkan dilema besar Jepang: di satu sisi, mereka butuh tenaga kerja asing untuk bertahan. Di sisi lain, masyarakat belum sepenuhnya siap menerima banyak imigran.

Jadi, buat kita orang Indonesia, pertanyaan besarnya, apakah ini peluang emas untuk kerja di Jepang, atau justru tanda harus hati-hati dengan arah kebijakan ke depan?

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *