Katanya PM Jepang yang Baru Lebih Konservatif! Mungkinkah Jepang Membatasi Pekerja Asing dari Indonesia?

Akankah Perdana Mentri Sanae Takaichi membuat Jepang membatasi pekerja asing dari Indonesia?
Kredit Gambar: Wikipedia

Dari pertanyaan pada judul di atas, jawaban singkatnya adalah ya! Sangat ada kemungkinan Jepang membatasi pekerja asing dari Indonesia saat Perdana Mentri Sanae Takaichi menjabat. Hal ini disebabkan karena lini politik Beliau yang lebih konservatif dan lebih anti-imigran pada kampanye-nya.

Namun seberapa parah dampaknya akan sangat bergantung pada seberapa ketat kebijakan yang diterapkan. Apakah PM Jepang baru bisa menyeimbangkan pembatasan ini dengan kondisi ekonomi Jepang? Jika mereka tidak bisa cari solusi lain seperti otomatisasi, kenaikan gaji, atau peningkatan partisipasi tenaga kerja lokal, kebutuhan pekerja asing masih sangat dibutuhkan pastinya!

Mari kita bahas gambaran realistisnya, dengan data terbaru dan apa artinya kenaikan Sanae Takaichi sebagai PM untuk pekerja Indonesia yang mau ke Jepang!

Jepang Sudah Kekurangan Tenaga Kerja

Data dari OECD menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia kerja di Jepang terus menurun sejak lama. Pada 1995, jumlahnya sekitar 87 juta orang, tapi pada 2024 tinggal sekitar 73 juta dan diperkirakan terus turun. Artinya, setiap tahun Jepang kehilangan jutaan tenaga kerja produktif yang sangat dibutuhkan untuk menjaga ekonomi tetap hidup.

Maka dari itu, pekerja asing menjadi “penopang darurat” bagi ekonomi Jepang. Hingga Oktober 2024, sudah ada sekitar 2,3 juta pekerja asing yang bekerja di sana, meningkat sekitar 12 persen dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, Indonesia termasuk salah satu sumber tenaga kerja yang terus tumbuh, dengan lebih dari 100 ribu orang Indonesia kini bekerja di Jepang, baik sebagai perawat, pekerja pabrik, maupun staf di bidang konstruksi dan pertanian.

Mengapa Pembatasan Oleh PM Baru Jepang Bisa Jadi Risiko Besar?

Industri konstruksi akan terpukul jika Jepang membatasi pekerja asing dari Indonesia.
Kredit Gambar: Treddy Chen/Unsplash

Jika pemerintah Jepang benar-benar membatasi pekerja asing baru, efeknya akan terasa cepat di lapangan. Sektor seperti manufaktur, perawatan lansia, konstruksi, perhotelan, dan pertanian sangat bergantung pada pekerja dari luar negeri. Ketika arus pekerja ini tersendat, jumlah tenaga kerja lokal tidak cukup untuk menggantikannya.

Masalah lain muncul dari sisi demografi. Jepang adalah salah satu negara dengan populasi lansia tertinggi di dunia, sehingga kebutuhan perawatan semakin besar sementara tenaga kerjanya terus berkurang. Tanpa tenaga asing, permintaan dan ketersediaan tenaga kerja di bidang ini akan semakin tidak seimbang.

Dalam jangka pendek, kekurangan pekerja bisa memicu kenaikan gaji dan harga barang, serta gangguan layanan publik. Sudah ada tanda-tanda dari Bank of Japan bahwa kekurangan tenaga kerja mulai mendorong inflasi upah. Jika kondisi ini makin parah, bisnis bisa tertekan dan biaya hidup masyarakat meningkat.

Kemungkinan Skenario Jepang di Tahun 2030

Jepang selalu menimbang faktor jangka panjang. Kalau untuk urusan Perdana Mentri, efek kepemimpinan mereka akan jelas berimbas pada 2030 setelah masa memerintah mereka habis. Situasinya seperti apa ya kalau benar-benar dibuat ketat proses kerja ke Jepang?

Skenario pertama, jika Perdana Mentri Sanae Takaichi hanya melakukan pengetatan moderat, misalnya dengan menaikkan standar bahasa atau keterampilan bagi calon pekerja asing, arus masuk tenaga kerja masih akan terus berjalan tapi melambat. Perusahaan akan beradaptasi dengan otomatisasi dan menaikkan gaji di posisi yang sulit diisi. Ekonomi mungkin tumbuh lebih lambat, tapi tidak sampai krisis.

Skenario kedua, jika pembatasan dilakukan secara ketat dan jumlah peserta program magang atau pekerja SSW baru dari Indonesia dipangkas besar-besaran, dampaknya jauh lebih berat. Beberapa panti lansia bisa kekurangan staf, proyek konstruksi tertunda, dan harga jasa melonjak. Pertumbuhan ekonomi pun bisa turun lebih cepat, karena sektor padat karya kehilangan tulang punggungnya.

Skenario ketiga, Jepang bisa mencoba mengimbangi kekurangan tenaga kerja dengan mendorong partisipasi perempuan dan lansia, memperpanjang usia pensiun, serta investasi besar-besaran di robotika. Tapi perubahan seperti ini tidak bisa terjadi dalam waktu singkat dan sering kali tidak bisa menggantikan keterampilan pekerja asing sepenuhnya.

Dampaknya untuk Pekerja Indonesia yang Mau ke Jepang Bagaimana?

Tampilan anak muda Indonesia persaiapan kerja ke Jepang di LPK Saitama.
Kredit Gambar: Tim Dokumentasi LPK Saitama

Jika Jepang hanya memperketat sedikit, kesempatan masih terbuka, tapi persaingan kamu berangkat ke Jepang akan naik. Pekerja yang bisa berbahasa Jepang dengan baik dan punya keterampilan tersertifikasi akan lebih diutamakan. Program pelatihan dan kerja sama resmi antara Indonesia dan Jepang akan menjadi faktor penting untuk menembus pasar kerja.

Namun jika pembatasan dilakukan besar-besaran, jumlah tempat magang dan pekerjaan SSW akan jauh berkurang. Akibatnya, lebih banyak calon pekerja Indonesia yang beralih ke negara lain seperti Korea Selatan, Taiwan, atau negara Teluk. Meski begitu, mereka yang sudah berada di Jepang kemungkinan tetap aman karena kebijakan biasanya hanya berlaku untuk pekerja baru, bukan yang sudah menetap.

Kecil Kemungkinan Akan Ada Perubahan Drastis Pembatasan Dari Takaichi

Tanpa tenaga kerja asing, Jepang akan menghadapi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, biaya produksi yang naik, dan tekanan besar di sektor pelayanan publik. Otomatisasi memang bisa membantu, tapi tidak semua pekerjaan bisa digantikan mesin. OECD berulang kali menegaskan bahwa migrasi adalah “penopang” penting untuk menghadapi krisis demografi Jepang, dan menguranginya justru akan meningkatkan beban jangka panjang.

Tentu Takaichi tidak mau disalahkan jika kondisi ekonomi Jepang makin parah. Jadi, pengurangan drastis pekerja asing di Jepang kecil kemungkinan terjadi. Paling yang berubah adalah birokrasi dan program pekerja asing masuk ke Jepang.

Kebijakan Takaichi untuk memperketat arus imigrasi dianggap sebagai cara untuk meraih dukungan kelompok nasionalis, namun risiko ekonominya cukup tinggi. Apalagi mengingat sekarang sudah ada program rombak birokrasi kerja ke Jepang jalur magang!

Reformasi besar terhadap program pelatihan teknis (TITP) yang dijadwalkan diganti pada 2027 sudah lama disiapkan. Kecil kemungkinan untuk membatalkannya sekarang  karena hal ini sudah ditentukan sejak 2024 lalu. Jika dipaksa berubah, pihak pemerintah akan memakan biaya politik dan administratif besar. Karena itu, kemungkinan terbesar adalah bukan larangan total, melainkan pengetatan selektif pada tenaga kerja asing pada sektor tertentu saja.

Apa yang Harus Dilakukan Pekerja Indonesia?

Walau Jepang membatasi pekerja asing, kamu bisa naikan kompetensi diri agar tetap bisa berangkat!
Kredit Gambar: Yanhao Fang/Unsplash

Bagi calon pekerja Indonesia, ini saatnya meningkatkan kemampuan. Fokuslah pada sektor yang Jepang butuhkan seperti perawatan lansia, konstruksi, dan manufaktur berteknologi. Miliki sertifikat resmi dan tingkatkan kemampuan bahasa Jepang minimal hingga JLPT N3 kalau kamu ambil jalur visa kerja atau SSW.

Bagi yang mau berangkat magang, pastikan kamu sudah kuasai N4 dulu sebelum berangkat. Lalu, pada saat menjalani program magang yang baru, usahakan fokus menapatkan sertifikasi N3. Hal ini akan membantu kamu naik level untuk keperluan setelah selesai magang.

Program yang baru dari Jepang mencari mereka yang ingin lanjut kerja di Jepang jangka lama. Makanya saat magang, kamu pasti diarahkan untuk lanjut visa kerja nantinya. Makanya, harus bisa naikan standar bahasa dan kerja agar tidak gugur hanya di proses magang nantinya!

Selain itu, gunakan jalur rekrutmen resmi dan pastikan transparansi biaya. Pemerintah Indonesia dan Jepang terus memperbaiki sistem agar tidak ada pungutan liar atau penipuan. Biasanya program kerja ke Jepang yang dari pemerintah sudah dibuat ketat, contoh saja IM Japan. Jadi, lulusan program ini jauh lebih mudah kerja ke Jepang walaupun ada proses pengetatan aturan dari PM baru.

Kalau SO dan jalur swasta belum tentu lancar karena program mereka berbeda-beda standarnya. Makanya, kalau mau ke Jepang di tahun-tahun mendatang, pakai jalur pemerintah yang lebih jelas standarnya. Walaupun berat, kepastian kamu berangkat jauh lebih pasti walaupun ada restriksi baru dari pihak Jepang.

Lalu Apa yang Bisa Disimpulkan?

Jepang tidak bisa begitu saja menggantikan jutaan pekerja asing dengan tenaga lokal atau mesin dalam waktu singkat. Bila Takaichi benar-benar memperketat arus masuk pekerja asing, terutama dari Indonesia, dampaknya akan terasa di berbagai sektor penting seperti perawatan lansia, konstruksi, dan layanan publik!

Akibat risiko ekonominya sangat besar, langkah yang lebih realistis diambil PM baru ini adalah Jepang membatasi pekerja asing dengan pengetatan aturan, bukan pemutusan total. Bagi pekerja Indonesia, ini bukan tanda untuk mundur, tetapi justru dorongan untuk naik level. Siapa yang paling siap dan terlatih akan tetap dibutuhkan Jepang, siapa pun pemimpinnya.

Untuk memudahkan kamu kerja ke Jepang, lebih baik ambil program seperti IM Japan yang didukung pemerintah Jepang dan KEMNAKER RI. Standar masuk jalur ini memang sedikit susah, tapi kamu lebih aman menggunakan jalur ini.

Nah, untuk permudah ikut program magang IM Japan, pastikan daftar juga ke LPK Saitama. Program belajar di LPK ini sudah disesuaikan untuk IM Japan, jadi kamu lebih lancar ikut programnya. Tertarik? Yuk langsung daftar sekarang!

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *