Ternyata Anak Jepang Hidup Stress Beberapa Tahun Terakhir, Pantesan Angka Mortalitasnya Turun…

Banyak anak Jepang hidup stress karena tekanan standar belajar dan persaingan lebih tinggi saat ini.
Kredit Gambar: /Flickr

Berdasarkan survey dan penelitian 3A-life (salah satu produsen supplement terkenal di Tokyo), mereka menemukan anak Jepang hidup stress. Penemuan ini dilakukan dengan data 506 guru SD dan SMP serta 503 dokter.

Pengumpulan data ini dikompilasi dan dilaporkan ulang oleh media Nippon.com. Dalam laporannya, sebagian besar responden menilai pola makan anak-anak saat ini semakin tidak seimbang.

Ditemukan banyak anak di Jepang sering melewatkan sarapan. Mereka juga mengandalkan makanan instan atau makanan siap saji untuk isi perut. Bahkan ditemukan ada anak yang jarang mengonsumsi makanan rumahan dengan nilai gizi tinggi.

Masalah lain yang disoroti adalah kurangnya waktu tidur. Jadwal anak-anak di Jepang semakin padat. Kamu bisa cek jadwal kegiatan sekolah, jam les tambahan atau bimbingan belajar di malam hari. Kondisi ini membuat rutinitas harian anak menyerupai kehidupan orang dewasa yang penuh tekanan.

Jika melihat kondisi seperti ini, tentu tekanan mental anak Jepang terkesan besar. Kurang tidur, harus habiskan banyak waktu belajar dan bahkan kurang dukungan gizi, membuat mental mereka lebih tertekan. Hal inilah yang akhirnya berdampak di kesehatan psikologis mereka!

Gambar grafik hasil survei yang menunjukan berbagai penyebab anak Jepang hidup stress.
Kredit Gambar: Nippon.com

Gambar di atas dari Nippon.com menunjukan list masalah yang dihadapi anak Jepang saat ini. Hal-hal tersebut adalah:

·         Masalah asupan makanan

·         Kurang tidur

·         Alergi makanan

·         Jadwal padat hadiri kursus dan kelas tambahan

·         Tidak sarapan

·         Makan sendiri tanpa pengawasan dan arahan

·         Makan di luar jajan dan konsumsi hidangan cepat saji

Dari list tersebut, hal yang paling bermasalah adalah asupan makanan dan kurang tidur. Dua aspek inilah yang paling berpengaruh pada si anak dalam jalani keseharian.

Dampaknya ini terasa langsung di lingkungan sekolah. Para guru melaporkan penurunan kekuatan fisik, konsentrasi belajar yang melemah, serta ketidakstabilan emosi pada banyak siswa. Pada beberapa kasus, terjadi penurunan motivasi berangkat sekolah juga! Kondisi ini dinilai mengganggu proses belajar dan perkembangan mental anak.

Dulu, masalah keseimbangan hidup di Jepang hanya dialami para orang dewasa yang bekerja. Namun, di era setelah Covid, kondisinya juga menjangkit generasi muda dan anak-anak. Keseimbangan hidup tidak hanya soal mental anak, tapi juga kesehatan untuk tumbuh besar!

Dari sisi medis, lebih dari 90 persen dokter menyatakan bahwa pola makan tidak teratur, kurang nutrisi, dan kurang tidur berdampak negatif pada pertumbuhan otak dan tubuh anak. Beberapa juga mencatat meningkatnya kasus alergi makanan dan gangguan kesehatan terkait gaya hidup.

Masalah anak Jepang hidup stress adalah tanggung jawab bersama. Banyak guru menilai sekolah tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendirian. Banyak dari mereka menekankan pentingnya peran keluarga dan lingkungan.

Masalah stess pada anak berpengaruh banyak pada kondisi hariannya.
Kredit Gambar: Nippon.com

Pada gambar di atas, terlihat anak yang stres alami masalah seperti:

  • Kurang kuat secara fisik
  • Penurunan konsentrasi
  • Emosi tidak stabil
  • Mudah sakit dan punya masalah fisik
  • Mudah kehilangan selera makan

Pengaruh kebiasaan orang tua dalam mengatur pola makan, waktu tidur, dan gaya hidup anak di rumah persentasenya besar untuk anak. Selain itu, pergaulan si anak bisa juga mempengaruhi pengelolaan waktu dan konsumsi anak di luar pengawasan orang tua.

Hasil research menunjukan tekanan mental anak Jepang makin turun dari tahun ke tahun. Secara keseluruhan, bahasan dari Nippon.com menegaskan bahwa masalah kesehatan anak di Jepang bukan sekadar isu pendidikan, melainkan persoalan sosial yang membutuhkan kerja sama antara sekolah, tenaga medis, dan keluarga.

Kedepannya, jika masalah anak Jepang hidup stress tidak diselesaikan, dipastikan angka kelahiran di sana akan rendah. Jepang ingin naikan angka kelahiran, makanya perbaikan kualitas hidup pasangan dan anak wajib diperhatikan!

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Pendaftaran Siswa Baru

banner

Artikel Terbaru