![]() |
Puncak Gunung Fuji tidak bersalju sampai awal November 2024, ini bukti panas cuaca Jepang makin panas. Kredit Gambar: @NatStClair/X.com |
Di tahun 2023, puncang Gunung Fuji sudah mulai tertutup salju memasuki bulan Oktober. Namun, pada tahun ini puncak Gunung Fuji tidak bersalju lebih lama dibanding rata-rata waktu biasanya.
Banyak yang
menduga hal ini karena efek panas yang lebih tinggi di tahun ini, tetapi ada
yang berkata juga bahwa Jepang sekarang sudah mulai mengalami perubahan iklim.
Mana yang benar? Hal yang jelas, semua ini adalah efek Global warming yang
menghantam Jepang!
Efek Puncak Gunung Fuji Tidak Lagi Bersalju
Observasi
yang dilakukan pada Gunung Fuji di Oktober 2024 menunjukan tidak adanya salju
yang muncul di puncaknya. Tidak adanya salju dapat menyebabkan perubahan
ekosistem di puncak Gunung Fuji.
Sebelumnya
fauna dan satwa yang tidak bisa menghuni puncak Fuji karena suhu rendah ekstrim
dan salju bisa mulai berpindah lebih ke puncak. Tanaman yang menutupi puncak
Gunung Fuji akan mengubah tampilan gunung ini kedepannya.
Tampilan salju di Gunung Fuji pastinya sangat spesial
bagi masyarkat Jepang. Hampir semua karya seni yang berbasis Gunung Fuji
menampilkannya dengan tudung salju.
Tampilan iconic ini
tidak akan mudah hilang dari bayangan banyak orang. Namun sekarang, kondisi
Gunung Fuji benar-benar gundul. Image spesial Jepang apakah harus berubah juga
kedepannya?
Banyak orang pasti
kecewa jika sampai tampilan keindahan Fuji berubah hanya karena perubahan iklim
yang perlahan tejradi di Jepang. Memang merugikan sekali efek perubahan iklim
terhadap gunung Fuji!
Masalah Suhu Tinggi di Jepang Tahun 2024 Memang Lebih
Seram
Kenaikan
suhu di Jepang memang tidak main-main. Bagi yang tidak tahu, kenaikan suhu di
musim panas Jepang tahun ini mencapai 1,76 derajat Celcius lebih tinggi
dibanding tahun lalu. Kenaikan 1 derajat untuk satu tahun tentu tinggi.
Jika
peningkatan ini terus terjadi, kondisi panas Jepang akan makin menyiksa. Musim
panas ekstrim Jepang tidak bisa diremehkan lho! Jangan samakan dengan panas di
Indonesia. Di Jepang, musim panas di sana sampai makan korban
Terhitung
sudah ada 252 kasus kematian antara bulan Juni dan September tahun ini di
Tokyo, Jepang. Semua kematian ini ternyata disebabkan dehidrasi dan heat
stroke. Di Indonesia yang panas tetap tidak sampai hasilkan kematian seperti
ini.
Dari
perspektif ini, puncak Gunung Fuji
tidak bersalju adalah efek yang tidak langsung hasilkan korban. Namun,
perubahan seperti ini akan berefek pada perubahan ekosistem di Gunung Fuji itu
sendiri.
Sumber air segar
Gunung Fuji contohnya tidak akan sebanyak dulu. Saat masih diselimuti salju,
lelehan dari puncak tersebut dapat mengisi tampungan air tanah di mata air
Gunung Fuji. Sekarang, sumber air dari leleahan salju tidak ada dan pasti
berpengaruh dengan ketersediaan sumber air langsung dari gunung ini.
Bukti Efek Global Warming Lain di Jepang
Siapa
sangka ternyata efek global warming masih banyak lagi di Jepang. Selain suhu
yang makin tinggi di musim panas, Jepang juga alami curah hujan yang lebih
tinggi. Kejadian banjir dan longsor di Jepang makin meningkat beberapa tahun
terakhir.
Diduga hal
ini karena suhu panas di perairan Jepang membuat uap air lebih banyak
dihasilkan dan menjadikan hujan lebih lebat. Infrastruktur Jepang yang kurang
mampu adaptasi dengan peningkatan kadar curah hucan tinggi ini akhirnya
mengalami banyak kerusakan dan bahkan banjir.
Badai parah
di Jepang juga makin sering dilaporkan. Pada September dan Oktober 2024,
berbagai pemberitaan waspada badai lebih sering dikeluarkan pemerintah
dibanding tahun lalu. Dari beberapa kejadian ini sudah jelas bahwa efek global warming di Jepang makin terasa.
Jika pada tahun-tahun
berikutnya puncak gunung Fuji tidak bersalju secara permamen, ini sudah tanda
bahwa Jepang sudah berubah kondisi iklimnya secara permanen.